Selasa, 25 Februari 2014

Jogja, Senja dan Kamu :) (Bagian 1)



Langit senja kota Jogja sore ini menyambut kedatanganku. Udara sore yang lumayan panas dibandingkan kota Malang. Aku turun dari kereta sambil menekan nomer telepon seseorang.
“hi, aku sudah di stasiun nih” ucapku pada seseorang di ujung telepon sana. Percakapan yang sangat singkat. Akupun duduk pada salah satu kursi panjang sambil menunggu dia yang ku hubungi tadi sambil mengeluarkan sebuah novel yang baru ku beli semalam. Tiba-tiba seseorang meminta ijin duduk disampingku.
“mbak, aku duduk sini boleh?” ucapnya sopan. Dan anggukkanku membuatnya segera duduk. Kuperhatikan sekilas wajah laki-laki yang duduk di samping ku ini, dan sepertinya dia lebih tua dariku. Dengan kulit sawo matang, rambut lurus, menggunakan jaket warna merah dengan sebuah earphone meligkar pada lehernya. Cukup tampanlah.
“mau mbak?” tanyanya sambil menawarkan sepotong coklat padaku yang sedari tadi tanpa sadar diam-diam memperhatian wajahnya, duh malunya aku ketahuan memperhatikannya.
“makasih mas” tolakku sopan. Handphone tiba-tiba berdering “halo, gue sudah di depan nih, elu dimana?” ucap orang di seberang telepon yang baru saja aku matikan. Tanpa memperdulikan laki-laki itu aku bangun dari kursi panjang itu dan berjalan dengan cepat menuju ke depan stasiun. Sosok yang sudah lama tak ku lihat itu sedang sibuk-sibuknya mencari keberadaan ku.
“mas Reza” panggilku dari belakang punggungnya dengan cepatnya dia berbalik dan langsung ku sambut dengan peluk hangat. Betapa rindunya aku pada sosok yang sekarang dalam pelukanku ini.
“elu dari mana aja sih, gue cariin juga dari tadi”
“aku tadi duduk di dalam sana, soalnya panas kalau duduk di luar. Ntar aku hitem lagi” ucapku manja
“udah 2 tahun enggak ketemu elu masih aja manja kaya dulu. Laper kan? Kita makan dulu ya” tanyanya dan hanya ku sambut dengan anggukan. Aku dan mas Reza berjalan menuju mobil Honda CRV yang di parkir mas Reza tidak terlalu jauh.
Sepanjang perjalanan aku sibuk menceritakan segala unek-unekku tentang semester satu di awal kuliah ini. Dan mas Reza dengan sabarnya mendengarkan hingga kami sampai pada satu satu resto yang cukup terkenal di kota ini. Akupun masuk ke dalam resto tersebut. Tanpa harus bertanya padaku mas Reza sudah memesankan makanan dan minuman untukku karena dia tahu betul apa yang ku suka dan apa yang ku benci. Walaupun hanya seorang kakak tiri mas Reza sangat dekat denganku. Ibuku dan Ayah mas Reza resmi menjadi suami istri 5 tahun lalu. Saat tui aku masih duduk di bangku SMP kelas 2 dan mas Reza duduk di bangku SMA kelas 1. Tidak seperti saudara tiri yang ada pada cerita FTV hubunganku dengan mas Reza sangat dekat. Akhirnya makanan datang dan tanpa bicara banyak aku langsung saja melahapnya.

***
Benar kata orang-orang, Jogja lebih indah bila malam hari, malam yang lumayan dingin. Setelah beristirahat sejenak, malam ini aku dan mas Reza keluar menikmati udara malam kota Jogja, menuju salah satu tempat yang sangat terkenal di kota Jogja. Alun-alun kidul kota Jogja. Dimana di tempat ini terdapat pohon beringin kembar yang tumbuh gagah dengan segudang misteri yang mengiringinya.
Mas Reza mengajakku untuk berjalan menuju melewati 2 beringin itu, yang katanya jika orang yang berhasil menyeberang beringin alun-alun, ia mampu menolak bala.
“yuk coba lewati beringin kembar itu” ajak mas Reza yang lalu mencoba menutup mataku dengan sebuah kain hitam. Sesaat semuanya pun menjadi gelap, tangan ku yang sedari tadi digenggamnya sekarangpun dilepasnya. Aku berusaha berjalan menurut kata hatiku. Tidak juga berharap dapat melewati 2 beringin ini hanya berharap agar mata ini dapat kembali melihat indahnya malam kota Jogja. Hampir 4 menit aku berjalan dan tiba-tiba aku terjatuh karena menabrak seseorang dan segera ku buka penutup mata itu.
“lihat-lihat dong kalau jalan” kataku dengan nada sedikit kasar, tanpa sadar ternyata orang menabrakku matanya dalam keadaan tertutup sama seperti diriku.
“maaf mbak, saya…” ucapannya tanpa melanjutkan kalimatnya, diam seperti ada yang tersangkut di tenggorokkannya.
“kamukan yang tadi sore di stasiun” kataku secara tiba-tiba “ elu enggak apa-apa di?” Tanya mas Reza yang sudah berdiri di belakangku.
“enggak apa-apa kok mas” kataku pada mas Reza “maaf ya mas” ucapku pada laki-laki yang masih berdiri di hadapanku. Tanpa sepengetahuanku ternyata aku berhasil melewati 2 beringin kembar itu.
“iya mbak, saya juga minta maaf” ucapnya dengan wajah penuh penyesalan dan wajah yang masih tampan seperti sore tadi di stasiun. Bahkan semakin tampan mungkin, apa yang sedang ku pikirkan. Tiba-tiba butir gerimis manja turun dan mas Reza menarik tanganku, menuntunku menuju parkiran mobil agar dapat berteduh di dalam mobil. Ah sialnya hujan ini, turun pada saat seperti ini.
“nih, pake jaket gue” ucap mas Reza sambil melempar jaketnya “kita cari makan aja ya sekarang” tawarnya dan aku hanya mengangguk saja. Aku masih memikirkan laki-laki tadi. Wajahnya tiba-tiba mengisi seluruh pikiranku. Wajah teduhnya membuatku ingin bertemunya lagi. Walaupn hanya sekali, ingin sekali rasanya aku tahu tentang dirinya. Namanya siapa, di mana dia tinggal, segala tentangnya aku ingin tahu. Hingga malam berlalu aku masih saja memikirkan laki-laki yang sudah dua kali ku temui secara tidak sengaja itu. Betulkah tidak sengaja?
***
Selamat pagi kota Jogja, sudah dua hari aku hanya terdiam di rumah. Gara-gara gerimis manja malam itu aku menjadi tidak enak badan. Mas Reza masih sibuk dengan segala urusannya di kampus, dan dia berjanji akan mengajakku mengunjungi pantai Sundak sore ini. Salah satu tempat yang paling aku sukai. Entahlah sejak kapan aku suka pantai, bagiku pantai adalah surga dunia, ciptaan Tuhan memang selalu indah. Aku memeriksa handphone ku dan banyak sekali miscall dan pesan singkat yang masuk. 


***
Aku sudah berada pada salah satu resto bersama mas Reza dan dua orang temannya. Mas Riki dan Mas Andre. Dengan cerewetnya mas Andre banyak bertanya tentangku.
“Diah masih liburan ya” Tanya mas Andre
“iya Mas” jawabku diikuti senyum. Untung makanan segera datang karena perutkku sudah sangat lapar. Salah satu alasan juga agar mas Andre berhenti bertanya karena aku sudah mulai risih. Sedari tadi berkenalan dia sudah sangat –kepo- dengan segala tentangku.
“gue sama Diah mau ke Sundak ntar sore, lu berdua mau ikut?” Tanya mas Reza pada kedua temannya itu.
“sebenarnya mau sih Za, tapi ntar gue ada urusan organisasi” jawab mas Andre yang membuat ku sangat lega mendengarnya. Setidaknya kuping tidak perlu mendengarnya bertanya.
“gue juga enggak bisa, mau nonton bareng Ririn” jawab mas Riki
“elu mah pacaran mulu” lanjut mas Andre. Aku hanya diam sambil menikmati santap siangku tanpa memperdulikan percakapan ketiga orang itu yang masih terus berlanjut.
***
Akhirnya aku sampai juga pada tempat yang sangat ku sukai ini, udara sore yang sangat indah dengan langit orange nya menambah keindahan tempat ini. Tak kusia-siakan kesempatan ini, ku ambil kamera dan ku abadikan segala ke indahan yang nampak tepat di hadapan mataku, mas Reza yang sedari tadi hanya berdiri di samping ku tiba-tiba merangkul pundakku
“yuk foto berdua bareng gue” ucap mas Reza sambil mengambil kamera yang sedari tadi ku pegang.
“1…2…3” baru ku sadari betapa tampannya kakak tiriku ini, tampan? Tiba-tiba aku kembali mengingat laki-laki yang sudah 2 kali ku temui tanpa sengaja itu dan sampai detik ini tak ku ketahui namanya. Mas Reza masih dengan asyiknya mengambil gambarku, entah itu sudah ijin atau belum. Dia memotretku dari segala sisi.
“mas Reza jangan foto aku mulu dong” ucapku dengan nada kesal
“elu cantik si lagian di”
“mas baru sadar kalau aku ini begitu cantik? Jawabku namun tak diikuti jawaban dari mas Reza, dia malah menarik tanganku dan mengajakku menyusuri bibir pantai yang indah ini. Ooh sungguh indah.
Entahlah kemana hilangnya mas Reza, wakru sekarang menunjukkan pula 17:00. Matahari sore yang sangat indah, dan aku masih menyusuri bibir pantai hingga ku lihat sosok seseorang yang sedang duduk menikmati hangatnya sinar mentari sore ini juga. Dengan kaos oblong warna putih, celana jeans dengan panjang di bawah lutut dan tentunya earphone yang melingkar di leher. Si tampan, entah sejak kapan aku memberikannya julukan seperti itu. Dengan setengah berlari aku mencoba menghampirinya. Jodoh? Kata itu tiba-tiba terbesit dalam benakku. Aku yang tak sadar, saat inipun aku sedang mengenakan kaos putih dan bawahan rok berbahan jeans pula dengan warna yang seirama. Kami bagai sepasang kekasih yang menggunakan baju -couple-
“hi” sapaku singkat
“eh, kamu” dengan nada tak percaya bahwa kami akan bertemu lagi
“sedang ngapain disini?” tanyaku
“menikmati langit sore, dan kamu?”
“sama” jawabku singkat, entahlah. Aku tiba-tiba tidak dapat berkata apa-apa. Wajahnya benar-benar membuatku membisu. Tak ku duga dia bahkan lebih tampan dari pada yang ku bayangkan.
“hei!” tegurnya sambil menggerakkan tangannya di depan wajahku. Malunya diriku yang kedapatan sedang menikmati wajahnya.
“iiyaaa…” jawabnya dengan senyum malu
“aku Tanya, kamu kesini sama siapa?”
“oohh.. sama mas Reza, tapi gatau deh sekarang dia kemana”
“pacar?” lanjutnya
“heh? Bukan kok. Dia itu Mas ku” sebuah pertanyaan yang sedikit mengejutkan hatiku. Walaupun sudah sering mendapat pertanyaan seperti itu, namun kali ini terasa berbeda. “Dan kamu?”  lanjutku
“Sendiri saja”
“Diah” kataku sambil memgulurkan tangan
“Bayu” jawabnya sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya dan menggenggam jemari tanganku. Tangan yang begitu dingin. Lesung pipi yang ada di wajahnya membuat dia lebih terlihat tampan. Oh Tuhan indah sekali ciptaanmu.
“Hei! Ngelamunin apa sih?” tegurnya untuk kesekian kali
“kamu” jawabku begitu polos
“heh?” dengan ekspresi yang kaget
“eehh, bukan, bukan. Maksudnya lagi mikir mas Reza tadi kemana” oh Tuhan wajahku serasa mendidih. Kami banyak bicara setelah itu, hingga matahari sudah digantikan oleh bulan. Dan benar seperti dugaan awalku bahwa dia lebih tua dariku setahun. Tanggal lahir kamipun sama 25 Februari. Aku semakin penasaran saja dengan laki-laki ini. Kami berpisah karena aku harus segera kembali begitupun dengannya. Dalam perjalanan pulang aku masih saja memikirkan tentang Bayu. Laki-laki yang baru kutemui tiga kali ini sudah saja menjadi tema utama dalam pikiranku.
“Diah?” panggil mas Reza
“iya mas?”
“ayo turun, kita sudah sampai rumah”
“ooh!” kenapa perjalanannya cepat sekali pikirku.
***
Aku menjatuhkan tubuh pada kasur empuk, rasanya badan ini ingin remuk saja. Baru saja aku ingin menuju indahnya alam mimpi dan handphoneku tiba-tiba bergetar.


Percakapan diantara kamipun berlanjutm dan berakhir dengan ucapan selamat tidur darinya....

15 komentar:

  1. Lumayan bagus, tapi alurnya agak kecepatan.

    BalasHapus
  2. maaakkk kereeeeen banget :3
    tapi agak geli sendiri juga sih ada namaku disituu~~ dan nama seseorang :3
    huhu~ berharap itu nyata tapi itu impossible :')

    BalasHapus
  3. yeeyeyeee :D tunggu kelanjutannya yaaaw.

    BalasHapus
  4. iyaa mak :3 :3
    semoga happy ending :3

    BalasHapus
  5. mak kapan lanjutannya??? :D :D

    BalasHapus
  6. Doitashimashite. jgn lupa typonya juga diberi "perhatian" mbak.

    BalasHapus
  7. aish aish, ini ternyata cerpennya. ahahahha XD
    air mata sy sampe meleleh, gara-gara nguap. :v

    BalasHapus
    Balasan
    1. oh gitu ya kel? XDD nanti saya bagi tisue deh

      Hapus